MajmusSunda News, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Minggu (1/6/2025) – Bangsa Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau, ratusan kelompok etnis, agama yang berbeda-beda, dengan bahasa daerah yang berbeda-beda, tapi berkat Pancasila, kita dapat bersatu. Dapat bersatu di tengah perbedaan, bersatu di tengah kebhinekaan, berbeda tapi satu.
Pancasila sebagai ideologi bangsa terdapat nilai-nilai yang bisa diaktualisasikan dalam berbagai kehidupan. Tanpa nilai-nilai Pancasila tersebut, masyarakat Indonesia tidak akan memiliki pandangan atau pedoman untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam negara yang memiliki budaya beragam.

Ketua Badan Pekerja Majelis Musyawarah Sunda (MMS) Andri Perkasa Kantaprawira, S.IP, MM dalam sambutannya pada Seminar Nasional MMS dengan tema, “Meneguhkan Pengamalan Pancasila dalam Tata Kelola Negara” di Gedung 2 Universitas Padjadjaran (UNPAD) Jalan Dipati Ukur No. 35 kota Bandung, Minggu (1/6/2025).
Andri menegaskan, bahwa “Hari Lahir Pancasila” bukan sekadar seremoni sejarah, melainkan panggilan untuk memperkuat komitmen kebangsaan dan arah tata kelola negara.
“Pancasila bukan sekadar dokumen sejarah, tapi kompas moral untuk membangun Indonesia yang adil, bersatu, dan berdaulat di tengah terpaan zaman. Harapannya setelah acara ini, kami akan buat acara rutin diskusi kaukus pemikiran setiap dua minggu sekali,” kata Andri.
Selanjutnya Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, selaku Pinisepuh Pamangku Sunda II MMS yang juga mantan Rektor UNPAD dalam sambutannya sekaligus membuka acara Seminar Nasional MMS, berharap Pancasila dapat di implementasikan dalam sebuah tindakan nyata ketimbang hanya dibahas dalam sebuah ide maupun gagasan.
“Kalau ada yang bertanya bagaimana caranya urang Sunda memberikan kontribusi untuk Indonesia setelah terwujudnya Pancasila, salah satu caranya adalah beberes (berbenah) di Tatar Sunda. Kalau Jawa Barat yang penduduknya kurang lebih 50 juta ini segala persoalan-persoalannya sudah kita bereskan, maka ini sudah mewakili urang Sunda nyaah ka Indonesia. Artinya Sebagian permasalahan di Indonesia akan ikut selesai,” kata Prof Ganjar.
Terkait Pancasila, 10-20 tahun ini gaungnya kurang terasa, kata Prof Ganjar. Apalagi dalam pengamalannya, ini persoalan serius yang harus menjadi pemikiran bersama di MMS.
“Kita sering diskusi, tapi prakna naon? (hasilnya apa),” ujarnya.

Gagasan Pancasila juga sama, sebagaimana Kang Yudi Latif kemarin menulis sebuah artikel yang berjudul Pancasila harus menjadi ideologi tindakan.
“Saya setuju, tapi apa betul Pancasila sudah jadi ideoligi tindakan atau belum? Karena korupsi masih terjadi dimana-nana. Artinya koruptor-koruptor itu tidak Pancasilais,” ucap Mantan Rektor UNPAD.
Jokowi pernah membuat program Revolusi Mental, tapi pelaksanaannya bagaimana? Sekarang ada program Pelajar Pancasila? Juga bagaimana pelaksanaannya.

Menurut Prof Ganjar, dalam urusan melahirkan gagasan Pancasila, masyarakat tidak pernah sekalipun kehabisan ide, akan tetapi, ia merasa, masih belum banyak diantara pihak yang belum bisa mengimplementasikan semua gagasan tersebut. Untuk itu, ia berharap, hal tersebut dapat menjadi perhatian bagi MMS dalam menyikapi momen Hari Lahir Pancasila ini, tentu dengan melakukan sebuah tindakan yang lebih mengarah kepada karya nyata.
“Ini menjadi persoalan yang harus menjadi perhatian juga bagi MMS, urang resep ngariung tapi prakna naon? (Kita senang berdiskusi tapi tindakannya apa?) Begitu juga dengan gagasan Pancasila harus menjadi ideologi tindakan, apa benar Pancasila sudah menjadi ideologi tindakan atau belum?,” tandasnya.

Selanjutnya Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat Dr. H. Buky Wibawa, M.Si dalam sambutannya menjelaskan, implementasi Pancasila yang sedang digalakkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi adalah menerapkan Panca Waluya. Yaitu sikap bener (benar), bageur (baik), cageur (sehat), pinter (pintar), dan singer (kreatif).
“Contoh ideologi tindakan ini berusaha dijadikan solusi konkret, semisal kenakalan remaja yang kian menjadi, agar Panca Waluya, ya dimasukkan barak militer. Ini ditambah dengan falsafah Sunda, silih asih asah asuh, dan silih wawangi,” kata Dr. Buky.
Silih wawangi maksudnya saling mengharumkan atau saling memberikan dukungan, bukan saling menjelekkan. Konsep ini menekankan pentingnya saling menghargai, memberikan kontribusi positif, dan menciptakan suasana yang nyaman bagi sesama.
“Sehingga dengan menerapkan konsep “silih wawangi”, urang Sunda dapat menciptakan lingkungan Jawa Barat yang lebih harmonis. Penuh rasa saling menghargai, dan positif, sehingga kehidupan sehari-hari menjadi lebih menyenangkan dan bermakna,” tuturnya.

Drs. H. Asep Sukmana, M,Si,. Selaku Asda Pemerintahan dan Kesra Pemprov Jabar yang mewakili Gubernur Jawa Barat, dalam sambutannya mengatakan, Panca Waluya akan berhasil jika semua pihak bisa bersinergi. Dia mengharapkan peran nyata MMS untuk menunjang program tersebut.
Acara seminar nasional ini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan (Rektor IKOPIN University), Syarif Bastaman, SH, MBA (tokoh nasional, praktisi hukum dan pengusaha), dan Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum (Guru Besar Ilmu Sejarah UNPAD). Acara dipandu Moderator Noe Firman, CEO Koran Gala dan pegiat Demokrasi.

Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra selaku pembicara yang pertama, menjelaskan kontribusi riil menerapkan Pancasila adalah merawat dan memuliakan Bahasa Sunda dalam keseharian. Sebab, salah satu tantangan ideologi Pancasila hari ini adalah tantangan multikulturisme di Indonesia.
“Dengan mengaplikasikan Bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, maka itu tindakan nyata merawat Pancasila. Kita juga harus meneruskan tindakan nyata berdampak dari tokoh Sunda seperti Mochtar Kusumaatmadja yang berhasil memperluas wilayah Indoensia dua kali lipat atas kontribusi pemikirannya,” ungkap Prof. Reiza.
Selanjutnya Syarif Bastaman yang akrab disapa Kang Iip, berharap Pancasila dapat di implementasikan dalam sebuah tindakan nyata ketimbang hanya dibahas dalam sebuah ide maupun gagasan.
“China itu terbukti berhasil karena menjalankan Trisakti secara kaffah atau keseluruhan. Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan. Coba dilihat dari tolak ukur itu, China menjalankan semua,” kata Kang Iip.
Oleh karena itu semua pihak harus segera memulai aksi dan tindakan. Sebab, dari segi ekonomi jarak antara orang kaya dan miskin semakin jauh.
“Sekarang ini, gap antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Berdasarkan data PBB jumlah rakyat miskin kita di angka 171 juta, meski kemudian oleh BPS angka kemiskinan itu diturunkan menjadi 30 persen. Ukuran standarnya diturunkan. Ini kan akal-akalan sangat serius,” ujarnya.

Untuk itu dirinya menilai bahwa dengan kondisi ini, jelas terlihat sila kelima dalam Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak berjalan. Padahal esensi dari Pancasila adalah masyarakat Indonesia harus mendapatkan keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan politik.
“Saat saya ke China, saya lihat bagaimana kemajuan mereka. Kemajuan mereka karena Cina menjalankan konsep Trisakti dan Pancasila dengan baik. Sekarang mereka menjadi kekuatan yang luar biasa,” ucapnya.

Terkait peran urang Sunda dalam kancah Nasional. Menurut Kang Iip, saatnya para tokoh Sunda memiliki suatu gagasan tentang bagaimana mensejahterakan rakyat dengan membangun sistem.
“Kita tidak lagi berbicarakan siapa tokohnya. Tapi apa yang dihasilkan yakni sebuah sistem untuk mensejahterakan rakyat Indonesia,” ungkapnya.
Prof Agus Pakpahan dalam paparannya menyampaikan, revitalisasi Pancasila diwujudkan dengan menciptakan keadilan sosial berbasis koperasi, bukan oligarkhi.
Hadir dalam acara seminar nasional ini diantaranya Wakil Ketua DPRD Provinsi Jabar Ono Surono, Laksamana TNI (Purn) Dr. Ade Supandi, SE, MAP (Zoom Meeting langsung dari Belanda), Prof. Yudi Latif (Zoom Meeting), Agung Suryamal, Hendi Koncara Gurnita, Ernawan S. Koesoemaatmadja, Apipudin, Taufan Suranto, Asep Chaerulloh, Asep Ruslan, Asep Salahudin, Azhari, Ari Mulia Subagja Husein, Avi Taufik Hidayat, Anwar Sadeli, Tedi Ginanjar, Iwa Kuswaeri, Tubagus Hadi, Dr. Hj. Ela N. Girikomala, dan Hj. Euis Hasanah, M.Pd.

Juga dihadiri keluarga tokoh pahlawan nasional dari Tatar Sunda sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka dalam pendirian bangsa. Diantaranya keluarga besar Inggit Garnasih (diwakili Tito Asmarahadi), KH. Ahmad Sanusi (diwakili Neni Fauziyah), RAA Wiranatakusumah (diwakili Robby M. Dzulkarnaen), Mey Kartawinata (diwakili Dian Rahadian Kartawinata), dan turunan keluarga pahlawan lainnya.
Majelis Musyawarah Sunda (MMS)
Majelis Musyawarah Sunda (MMS) adalah kaukus kebudayaan dan kenegaraan yang terdiri dari para tokoh Sunda lintas wilayah, profesi, dan generasi.
Sejak dideklarasikan di Gedung Sate pada Senin 8 Juli 2024 dan dimusyawarahkan di Universitas Padjadjaran (UNPAD) pada Minggu 13 Oktober 2024, MMS telah berkembang menjadi wadah strategis yang terdiri dari 13 Presidium, 76 Karamaan (Dewan Pinisepuh), 350 Panata Pikir/Karesian (Dewan Pakar), dan Puluhan Panata Gawe (Badan Pekerja) dengan visi besar: Sunda Mulia, Nusantara Jaya.

Pinisepuh Pamangku Sunda (Presidium)
- Dr. (HC) Ir. Burhanuddin Abdullah, MA. (Pinisepuh Pamangku Sunda I)
- Laksamana TNI (Purn.) Dr. H.R.M. Ade Supandi, SE., MAP. (Pinisepuh Pamangku Sunda II)
- Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA. (Pinisepuh Pamangku Sunda III)
- Irjen Pol. (Purn.) Taufiequrachman Ruki, SH. (Pinisepuh Pamangku Sunda IV)
- H. Zainudin, SH, MH. (Bang Oding) (Pinisepuh Pamangku Sunda V)
- Dr. (HC) Hj. Halimah Munawir (Pinisepuh Pamangku Sunda VI)
- Dindin S. Maolani, S.H. (Pinisepuh Pamangku Sunda VII)
- Drs. H. Nu’man Abdul Hakim (Pinisepuh Pamangku Sunda VIII)
- Sri Radya H.R. Ikik Lukman Soemadisoeria (Pinisepuh Pamangku Sunda IX)
- Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., MBA., CIQA., CQM., CPHRM. (Pinisepuh Pamangku Sunda X)
- Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E., MS., DEA (Pinisepuh Pamangku Sunda XI)
- Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, MS (Pinisepuh Pamangku Sunda XII)
- KH. Ayi Hambali (Pinisepuh Pamangku Sunda XIII)
***
Judul: Pancasila Harus di Implementasikan dalam Tindakan Nyata
Jurnalis: Arus
Editor: Asep Ruslan