Nyaah Dulang

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Motor baru
Ilustrasi: Seorang gadis remaja merasa senang dibelikan motor baru oleh ayahnya - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (03/10/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Nyaah Dulang” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Dari banyak literatur diperoleh pemahaman tentang kata “nyaah” yang artinya “sayang”. Nyaah tidak semata ditujukan kepada pasangan, tetapi juga kepada orang tua, dan anak. Bahkan, hewan peliharaan. Sesuatu yang disayangi (kanyaah), artinya kesayangan. Nyaaheun berarti yang menyayangi. Mikanyaah berarti menyayangi. Dipikanyaah artinya yang disayangi.

Kata “dulang” sendiri memiliki makna nampan berbentuk lingkaran yang permukaannya datar dan biasanya berbibir pada tepinya. Dulang dapat dibuat dari kayu atau kuningan. Atas gambaran yang demikian, dalam Bahasa Sunda “nyaah dulang” artinya  “Seolah sayang sama anak, padahal mencelakakan”. Jelas sekali ini merupakan sebuah makna kehidupan yang penuh dengan nilai filosofi.

Mobil baru
Ilustrasi: Seorang pelajar SMA merasa senang setelah mendapat hadiah mobil dari kedua orang tuanya – (Sumber: Bing Image Creator AI)

Sekalipun “nyaah dulang” bukan perilaku yang dianjurkan dalam mendidik anak. Namun, banyak para orang tua di negeri ini, yang dalam membesarkan anak-anaknya kerap kali berperilaku nyaah dulang. Contoh konkritnya ada orang tua yang bergelimang harta kekayaan memberi kado ulang tahun anaknya yang ke-15 dengan memberi mobil mewah sekelas Mercedes.

Sepintas, apa yang dilakukan sang ayah pada anaknya yang berulang tahun, tampak membahagiakan. Namun, kalau saja mobil tersebut oleh sang anak digunakan untuk kebut-kebutan tanpa kendali, boleh jadi akan berujung dengan bencana. Tidak pernah terbayang, jika dibalik kebut-kebutan tersebut berakhir dengan sebuah kecelakaan maut.

Tidak hanya itu teladannya. Dalam kehidupan masyarakat perdesaan, ada orang tua yang cukup terpandang, menginginkan agar anak kesayangannya memiliki motor. Sang ibu tidak rela anaknya yang masih SMP itu jalan kaki atau naik angkutan umum ke sekolahnya. Ibunya lupa, usia anaknya yang masih SMP itu, belum mampu mengendalikan diri dengan baik, bila dirinya memiliki motor.

Pada awalnya, anak SMP yang dibelikan motor dari hasil panen padinya itu, tampak senang dan riang gembira karena setiap hari dapat jalan-jalan di kampungnya. Selang beberapa waktu kemudian, terdengar kabar, anak yang dibelikan motor itu, kini terpaksa masuk rumah sakit karena motor yang dikendarainya tabrakan dengan mobil angkutan umum.

Begitu pun dengan seorang ibu yang memenuhi keinginan anak gadis kesayangannya untuk dibelikan kalung dan gelang emas. Sang ibu lupa, sekarang ini tingkat kejahatan sudah semakin nyata dalam kehidupan. Akibatnya, suatu hari ada kabar dari tetangganya, anak gadis kesayangannya itu, kini tampak shock berat karena kalung dan gelang emasnya dijambret penjahat.

Memanjakan anak kesayangan, memang tidak dilarang untuk dilakukan. Siapa pun orangnya, tentu bisa melakukannya. Hanya penting dicatat, wujud kasih sayang tersebut, jangan  berbasis pada pemikiran “nyaah dulang“. Kasih sayang yang diberikan, sebaiknya tetap berdasar pada akal sehat dan tidak menjadikan penyesalan di kemudian hari.

Upaya membangun kesadaran baru dalam kehidupan, memang tidak secerdik tukang sulap yang hanya dengan mengucap sim sala bim maka berubahlah sapu tangan merah jambu menjadi burung merpati. Mengubah wujud kasih sayang orang tua kepada anak kecintaannya, memang butuh proses dan waktu yang panjang. Jelas, tidak bisa “cespleng“.

Orang tua yang selalu mengabulkan permintaan anak-anak mereka atas apa-apa yang diinginkannya, tentu saja menarik untuk dicermati lebih lanjut. Seandainya permintaan itu seirama dengan akal sehat, tidak ada salahnya untuk diturut, selama dukungan keuangannya memungkinkan. Namun,  kalau apa yang dimintanya akan berakhir dengan bencana maka para orang tua perlu tegas menolaknya.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: …)

Nyaah dulang sendiri, lebih mengedepan sebagai pengingat bagi para orang tua agar selalu memakai nalar terbaiknya dalam mengasihi anak-anak kesayangannya. Tidak sedikit para orang tua yang menyesal kemudian karena selalu mengabulkan keinginan anak-anaknya berakhir dengan musibah. Itu sebabnya, wajar bila sedini mungkin kita dapat menghindarkan diri dari perilaku nyaah dulang ini.

Sebagai pengingat kehidupan (warning of life), nyaah dulang sangat baik untuk dijadikan rem kasih sayang para orang tua terhadap anak-anak tercintanya. Tidak semua keinginan atau kebutuhan sang anak untuk diluluskan para orang tua. Banyak faktor yang patut dipertimbangkan, sebelum orang tua mengabulkan keinginan anak-anaknya.

Di sinilah para orang tua, mesti pandai-pandai memilih sekaligus mempertimbangkan dampak yang diciptakannya bila keinginan anak-anaknya dipenuhi. Contoh yang dijelaskan di awal tulisan ini, hanya sebagai bukti atas kecintaan orang tua yang mendalam atas keinginan anak-anak mereka yang berujung dengan bencana kehidupan.

Belajar atas pengalaman semacam ini, kita percaya para orang tua dalam mewujudkan kasih sayang kepada anak-anaknya, tidak lagi akan menerapkan prinsip nyaah dulang. Namun, mereka akan lebih mengedepankan akal sehatnya sendiri. Semoga ke depan tidak ada lagi para orang tua yang menyayangi anak-anak mereka dengan prinsip nyaah dulang.

***

Judul: Nyaah Dulang
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *