MajmusSunda News, Minggu (22/12/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Ngegel Curuk” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Ngegel curuk dalam bahasa Sunda diartikan “handeueul sabab teu kabagean atawa teu meunang nu dipiharep”. Dalam bahasa Indonesianya, memiliki makna kiasan sama dengan ungkapan gigit jari, artinya kecewa, tidak mendapatkan apa yang diharapkan. Setelah Pemilihan Presiden atau Pemilihan Kepala Daerah, biasanya akan banyak yang ngegel curuk.
Ungkapan ngegel curuk, sebetulnya disebabkan oleh adanya harapan yang tak kesampaian. Sebut saja ada seorang remaja yang naksir teman sekelasnya, tapi cintanya tidak terbalas. Gadis yang disenanginya, ternyata lebih menyukai pemuda lain. Akibatnya wajar, jika dirinya hanya mampu ngegel curuk, sambil meratapi nasib, mengingat cinta yang tak kesampaian.

Ngegel curuk sering dialami seseorang, rupanya bukan hanya terkait dengan kisah cinta sepasang remaja yang tengah “fall in love”, namun juga sering terjadi setelah berlangsungnya pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden atau Kepala Daerah. Hal ini biasanya dialami Tim Sukses yang telah berjuang habis-habisan, namun gagal memenuhi harapannya.
Sebagai gambaran ada seseorang yang ikut bergabung menjadi Tim Sukses pasangan calon tertentu dalam sebuah Pilkada di daerah tertentu. Dirinya berharap, jika jagoannya terpilih, dirinya berharap akan diangkat menjadi salah seorang Direksi di sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sayang, harapannya tak terwujud, karena jagoannya malah memilih sahabat seperjuangannya ketika Pilkada.
Selidik punya selidik, ternyata sekalipun dirinya berjuang habis-habisan ikut mengkampanyekan jagoannya sehingga akhirnya terpilih menjadi Kepala Daerah, rupanya sikap buruk pribadinya yang doyan ngutip uang bukan haknya, menjadi catatan tersendiri bagi sang jagoan dalam menentukan seseorang menjadi pejsbat di sebuah BUMD.
Dampak Pemilihan Presiden pun kerap kali melahirkan banyak orang yang berujung dengan ngegel curuk. Seorang pendiri partai pendukung Presiden terpilih, tentu sangat berharap jika calon yang didukungnya mampu merebut simpati rakyat dan terpilih jadi Presiden, dirinya berkeinginan minimal akan diberi jabatan sebagai Komisaris di sebuah Badan Udaha Milik Negara (BUMN).
Sayang, ujung-ujungnya yang bersangkutan harus ngegel curuk, karena posisi Komisaris di BUMN tersrbut telah diisi oleh orang lain. Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa dirinya tidak diberi posisi sebagaimana yang diinginkan, malah posisi di BUMN itu diberikan kepada orang lain, tentu hanya sang jagoan saja yang paling tahu alasannya.
Seorang sahabat sempat menceritakan, bagainya dirinya harus ngegel curuk, karena harapannya tidak terwujud. Ceritanya terjadi ketika acara Pemilihan Ketua OSIS di sebuah SMA tahun 1970-an. Dengan gayanya yang “ngebosi” sahabat ini optimis dirinya akan dapat memenangkan pemilihan Ketua OSIS yang mekanismenya dipilih secara langsung oleh seluruh siswa.
Kenyataannya, dirinya gagal terpilih jadi Ketua OSIS. Justru yang terpilih adalah seorang siswa dari kelas lain yang penampilannya sederhana dan tidak “ngebosi”. 50 tahun lalu pun, orang-orang yang “sok borju”, memang sudah kurang disukai jadi pemimpin. Bangsa ini lebih menyukai pemimpin yang bersahaja dan penuh kecintaan terhadap masyarakat.
Dengan semakin banyaknya harapan, boleh jadi akan banyak pihak yang ngegel curuk, karena keinginannya tidak kesampaian. Yang paling banyak ngegel curuk adalah orang-orang yang selalu mengejar pamrih atas apa-apa yang dilakoninya. Beda dengan orang yang ikhlas, jika diminta mengerjakan sesuatu. Contoh ketika seorang Calon Gubernur minta dibantu dalam proses Pemilihan Kepala Daerah.
Kalau dirinya mau terlibat dan ingin membantu seorang Calon Gubernur untuk bergabung jadi Tim Pemenangan, dengan ikhlas tanpa ada “udang di balik batu”, maka ketika calonnya terpilih dan dirinya tidak mendapatkan imbalan apa pun, maka dijamin halal 100 % dirinya tidak akan ngegel curuk. Dirinya akan senang-senang saja menikmati kemenangan calon yang dijagokannya.
Tapi ceritanya akan menjadi lain, ketika dirinya berharap kalau jagoannya menang, maka posisi sebagai Tenaga Akhli akan dijabatnya. Fakta yang terjadi, ternyata posisi Tenaga Akhli itu diberikan kepada orang lain. Akibatnya wajar, jika dirinya pun menjadi kecewa berat dan lagi-lagi harus ngegel curuk. Suasana ini akan marak terjadi beberapa bulan setelah Kepala Daerah dilantik.
Ngegel curuk adalah wujud dari ekspresi seseorang atas rasa kecewa yang mendalam, karena harapannya tidak kesampaian. Ngegel curuk bisa dilakukan oleh siapa saja. Seorang petahana Gubernur yang telah merasa optimis dalam Pilkada Serentak 2024 bakal terpilih lagi, bisa saja menjadi ngegel curuk, katika setelah keluar angka hitung cepat, ternyata dirinya gagal dan tidak terpilih kembali.
Kejadian lain bisa juga terjadi, mengapa seseorang harus ngegel curuknya sendiri. Sebut saja, ketika rame-ramenya penyusunan Kabinet Pemerintah akan digelar. Seorang calon Menteri terekam telah dipanggil ke Istana Negara dan sudah ditanya macam-nacam. Bahkan di hari pengumumannya pun, dirinya telah mengenakan pakaian putih hitam.
Naas nya, saat nama-nama Menteri diumumkan, ternyata dirinya tidak disebut. Dengan sejuta rasa, dirinya pasti bertanya, ada apa dengan dirinya. Sambil pulang ke rumah, wajar kalau disepanjang perjalanan, sang calon Menteri ini pun akan ngegel curuk. Bahkan boleh jadi ditambah dengan kelakuan “gagaro teu ateul” alias menggaruk-garuk tapi tidak gatal. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Judul: ”Ngegel Curuk”
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Vokal Lillah Qur’anul