Menikmati Gabah Petani

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Ilustrasi: Gabah petani - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Selasa (07/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul ”Menikmati Gabah Petani” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Sekalipun belum ada “tutulisan” nya, dapat dipastikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah bakal dinaikan Rp. 500,- sehingga jadi Rp. 6500,- per kg. Kenaikan ini, tentu akan disambut gembira oleh para petani, walaupun jumlah kenaikannya belum sesuai dengan apa yang diinginkan petani. Boleh jadi, petani akan lebih senang, bila HPP Gabah dipatok pada angka Rp. 7000,- per kg.

Sebagian besar para petani padi di negeri ini, banyak yang menggantungkan kehidupannya kepada gabah. Bukan kepada beras. Dalam kondisi kekinian, sangat sedikit petani yang memiliki kemampuan untuk mengolah gabah menjadi beras. Dengan demikian, dapat disimpulkan, gabah adalah miliknya petani, sedang beras miliknya pedagang/pengusaha.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Nilai tambah ekonomi “agribisnis perberasan”, akan lebih tinggi, bila petani mampu menjual beras dari pada menjual gabah. Harga Pembelian Pembelian (HPP) Beras, disetting hampir dua kali (HPP) Gabah. Lebih memilukan lagi, pada saat panen harga gabah selalu anjlok. Ketimbang merasa senang, petani lebih banyak merasakan kekecewaannya.

Anjloknya harga gabah saat panen raya, sepertinya sudah menjadi kebiasaan. Setiap panen raya tiba, harga gabah di petani selalu lebih rendah dari harga gabah biasanya. Ini yang tidak wajar. Berulang kali petani mengusulkan dan meminta Pemerintah untuk hadir di tengah kesulitan petani. Anehnya, rasa kecewa petani tersebut, bertahun-tahun tak pernah terselesaikan.

Secara kemauan politik, rupanya baru saat ini ada Presiden di Tanah Merdeka yang langsung menawarkan terobosan cerdas. Presiden Prabowo melalui Menko bidang Pangan Bung Zulhas membewarakan kepada publik, Pemerintah akan menyerap dan membeli hasil panen petani sebanyak-banyaknya dengan harga wajar dan tidak merugikan petani.

Inilah wujud jaminan Pemerintah kepada petani padi. Penjaminan ini, tentu bisa membuat petani tenang dan nyaman, sehingga mereka tidak perlu merasa was-was gabah yang dipanennya bakal dibeli dengan harga murah, seperti yang terjadi selama ini. Beberapa orang petani yang dijumpai di banyak daerah sempat berbisik, mengapa Pemerintah baru sekarang melahirkan jaminan yang membuat petani merasa senang ?

Apa yang ditempuh Kabinet Merah Putih ini, jelas tidak terlepas kaitannya dengan kehendak Pemeribtahan Presiden Prabowo yang dalam kurun waktu 3 tahun ke depan, ingin mencapai swasembada pangan, utamanya beras. Penjaminan menyerap gabah petani dihargai dengan nilai wajar merupakan bentuk nyata keberpuhakan Pemerintah kepada petani.

Inilah salah satu pertimbangan, mengapa Bulog harus dikembalikan statusnya menjadi lembaga otonom Pemerintah langsung dibawah Presiden. Sebab, kalau Bulog masih berstatus Perusahaan Plat Merah (BUMN), pasti akan sangat sulit berkiprah untuk memberi pelayanan prima keoada petani. Sebagai BUMN, Bulog harus untung dan tidak boleh merugi.

Sebagai operator pangan pemerintah, yang semangatnya melakukan perlindungan terhadap petani, Bulog tidak mungkin akan menampilkan diri sebagai BUMN. Itu sebabnya, Bulog harus tampil sebagai “alat negara” yang mampu mempertontonkan kecintaannya kepada petani. Saat inilah, Bulog sebagai sahabat petani diminta pembuktiannya.

Kalau gabah dibeli dengan harga wajar, tentu petani tidak akan menggerutu dan kecewa. Petani pasti tidak akan uring-uringan. Berbeda bila saat panen, harga gabah anjlok. Ini membuktikan, perjalanan panjang petani menggarap usahatani padi selama kurang lebih 100 hari itu, seolah-olah tidak dinilai dengan harga pantas.

Walaupun belum memuaskan keinginan petani, naiknya HPP Gabah menjadi Rp. 6500,- per kg, diharapkan akan memberi gairah baru bagi petani untuk memacu hasil produksinya. Kalau selama ini tidak ada kepastian serapan dan harga, dengan adanya penjaminan Pemerintah, beragam soal yang selama ini dihadapi para petani, akan dapat diselesaikan.

Yang cukup menantang adalah perilaku para bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha gabah dan beras di lapangan, setelah adanya keputusan Pemerintah tersebut. Apakah mereka akan bersikap kooperatif dengan apa yang diinginkan Pemerintah sehingga dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan Bulog dalam menyerap fab membeli gabah petani ?

Atau tidak, dimana para pelaku bisnis gabah di lapangan, akan terus mencari celah, untuk tetap menekan harga jual gabah di tingkat petani ? Membangun kesadaran baru di kalangan mereka, jelas membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas. Yang pasti, merubah kebiasaan mendapat untung besar dari bisnis gabah, pasti akan sulit untuk dilepas. Apalagi harus merugi.

Akhirnya menarik untuk dicermati, betapa nikmatnya kalau menyerap atau membeli gabah dari petani yang sumringah, mengingat kerja kerasnya selama 3 bulan lebih dihormati dengan harga wajar oleh Pemerintah. Kenikmatan ini, tentu tidak akan terasa oleh pihak-pihak yang doyan menekan harga gabah di petani, demi mengejar keuntungan sebesar-besarnya.

Betul seperti yang disampaikan Menko bidang Pangan. Kebijakan Pemerintah menyerap dan membeli gabah petani sebanyak-banyaknya perlu dicatat dengan tinta emas dalam perkembangan dunia pergabahan dan dunia perberasan. Peristiwa bersejarah ini, pasti akan jadi catatan cucu-cucu kita dalam memberi penilaian atas keberpihakan dan kecintaan Pemerintah terhadap petani.

Petani memang harus dibela dan dilindungi. Hak petani untuk dapat hidup sejahtera, perlu secepatnya dibuktikan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Langkah penjaminan Pemerintah akan menyerap dan membeli gabah dengan volume tak terhingga merupakan langkah awal melaksanakan kewajiban Pemerintah dalam mensejahterakan kehidupan para petani. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Judul: Menikmati Gabah Petani
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *