MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Rabu (14/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Mempertanyakan Kualitas Cadangan Beras 3,7 Juta Ton ” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Pemerintah mengumumkan, hingga Mei 2025, cadangan beras Pemerintah mampu mencapai 3,5 juta ton. Bahkan sampai selesainya panen raya dapat mencapai angka 4 juta ton. Mulai tahun 2025, cadangan beras Pemerintah, diproyeksikan akan lebih kokoh dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Artinya, bangsa kita tidak perlu risau jika sewaktu-waktu terjadi ‘darurat beras’ seperti dua tahun lalu.

Memiliki cadangan beras Pemerintah sebesar 3,5 juta ton, jelas merupakan prestasi yang membanggakan di era Pemerintahan Presiden Prabowo. Di Tznah Merdeka, tidak semua Pemerintahan dapat mewujudkannya. Pengalaman memperlihatkan cadangan beras Pemerintah sebelum Presiden Prabowo manggung, umumnya nerkisar sekitar 1 – 1,5 juta ton. Baru sekarang menembus angka 3 juta ton.
Seperti yang kita kenali, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) adalah stok beras yang disimpan oleh pemerintah untuk mengantisipasi kekurangan beras akibat bencana alam, konflik, atau kejadian lainnya. Bisa juga untuk
mengstabilkan harga beras di pasar dengan mengatur pasokan beras. Atau bisa juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan beras pada saat-saat darurat atau krisis.
Pencermatan terhadap cadangan beras Pemerintah, umumnya dapat diamati dari sisi kuantitas dan kualitas. Kaitannya dengan cadangan beras Pemerintah sebesar 3,5 juta ton itu, dari sisi kuantitas tidak perlu diragukan keberadaannya. Semua percaya jumlah tersebut memang ada dan bukan hanya sekedar omon-omon. Perum Bulog mampu menyerap gabah petani secara terukur dan signifikan.
Masalahnya adalah bagaimana dengan sisi kualitasnya ? Apakah gabah yang diserap Perum Bulog dari petani adalah gabah kering panen yang layak disebut berkualitas, karena penyerapan nya telah melalui seleksi yang ketat ? Atau tidak, dimana Perum Bulog dalam menyerap gabah petani, tidak lagi mengindahkan persyaratan kadar air dan kadar hampa yang ditentukan ?
Berbasis pada regulasi dan kebijakan yang ditetapkan Pemerintah terkait dengan aturan penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog, mulai panen raya sekarang, tidak lagi diberlakukan persyaratan khusus kepada Perum Bulog untuk membeli gabah petani. Dengan semangat menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya, Pemerintah membebaskan petani untuk menjual gabah apa adanya.
Akibatnya dapat dipastikan Perum Bulog akan menyerap gabah petani tanpa persyaratan kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %. Lebih parah lagi, jika panen berlangsung berbarengan dengan tibanya musim hujan. Perum Bulog pun terpaksa harus membeli gabah basah dari petani. Maklum, petani sampai kini, belum memiliki kemampuan untuk mengeringkan gabah yang dipanennya.
Menyimpan gabah sejumlah 3,5 juta ton beras dengan bahan dasar gabah ‘any quality’, jelas akan melahirkan masalah baru dalam proses penyimpanannya nanti. Problemnya tentu bukan hanya sekedar gudang penyimpanan yang kurang, sehingga Presiden Prabowo harus turun gunung dan meminta untuk dibangun 25 ribu gudang alternatif, namun kualitas gabah yang diserapnya pun butuh perlakuan khusus penyimpanannya.
Banyak pengalaman di lapangan memperlihatkan, proses penyimpanan gabah/beras yang selama ini dikelola Perum Bulog, sering mengundang masalah. Ditemukannya beras impor berkutu oleh Komisi IV DPR di salah satu gudang Perum Bulog, membuktikan kepada bangsa ini, proses penyimpanan beras, memang masih jauh dari apa yang diharapkan.
Gudang Perum Bulog sendiri, disiapkan sedemikian rupa agar benar-benar mampu menjadi tempat penyimpanan beras yang modern dan aman. Gudang Perum Bulog, jelas bukan sembarang gudang penyimpanan. Tapi sudah dirancang sedemikian rupa, supaya mampu menyimpan gabah/beras untuk jangka waktu yang lama.
Catatan kritisnya adalah kok bisa di gudang Perum Bulog masih ditemukan beras impor berkutu ? Ada apa sebetulnya dengan tata kelola penyimpanan gabag/beras Perum Bulog itu sendiri ? Ditemukannya beras berkutu ini, apakah disebabkan oleh kualitas beras impornya yang kurang baik atau karena keteledoran petugas gudang Perum Bulog yang tidak profesional ?
Beras berkutu, bau apek, berwarna kekuning-kuningan dan banyak yang hancur, merupakan persoalan penyimpanan beras, sekiranya proses penyimpanan yang dilakukan tidak sesuai dengan SOP yang berlaku. Itu sebabnya kita berharap agar dalam menyimpan cadangan beras sekitar 3,5 juta ton, bahkan lebih, diperlukan adanya tata kelola yang lebih baik.
Dihadapkan pada suasana demikian, menjadi sangat masuk akal, bila kemudian banyak pihak yang meragukan kemampuan Perum Bulog dalam pengelolaan proses penyimpanan gabah/beras ini. Jangankah mengelola cadangan beras dengan jumlah sangat besar, sekedar mengurus cadangan beras yang sedikit pun masih ditemukan beras berkutu.
Secara kualitas, cadangan beras Pemerintah sejumlah 3,5 juta ton, masih membutuhkan penanganan lebih lanjut. Perum Bulog sebagai lembaga pangan yang ditugaskan Pemerintah untuk mengelola cadangan beras Pemerintah, dimintakan untuk dapat melahirkan terobosan cerdas terkait dengan perlakuan menyelanatkan gabah basah atau berkadar air tinggi yang diserap Perum Bulog.
Kini, Bulog telah menginjak usia yang ke 58 tahun. Banyak pengalaman yang dilakoni Perum Bulog, bagaimana menyelamatkan gabah berkualitas buruk. Untuk itu ƙita percaya dalam proses penyimpanan cadangan beras 3,5 juta ton pun Perum Bulog akan berjuang keras untuk mengamankannya.
***
Judul: Mempertanyakan Kualitas Cadangan Beras 3,7 Juta Ton
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi