Ketika Bulog Menggandeng Penyuluh Pertanian

oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Kamis (05/06/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Ketika Bulog Menggandeng Penyuluh Pertanian” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Sebagaimana yang kita ketahui, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional terus berupaya meningkatkan penyerapan gabah petani dengan harga yang kompetitif. Berdasarkan informasi terbaru, pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kilogram Gabah Kering Panen (GKP) untuk melindungi pendapatan petani.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penyerapan gabah, termasuk kerja sama dengan Perum Bulog. Pemerintah bekerja sama dengan Perum Bulog untuk memastikan penyerapan gabah petani sesuai target yang telah ditetapkan. Selanjutnya, penetapan target penyerapan. Pemerintah menargetkan penyerapan gabah setara 3 juta ton beras hingga April 2025.

Pemerintah juga melakukan pengawasan kualitas gabah untuk memastikan bahwa gabah yang diserap memenuhi standar kualitas. Namun, dalam pelaksanaannya, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam penyerapan gabah, seperti keterbatasan dryer. Perum Bulog menghadapi keterbatasan dryer yang dapat menghambat proses pengadaan gabah.

Juga di beberapa daerah masih memiliki harga gabah di bawah HPP, yang dapat merugikan petani. Menghadapi hal seperti ini, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan petani dan menjaga stabilitas pangan nasional melalui kebijakan penyerapan gabah yang efektif.

Di sisi lain, Pemerintah telah mencabut aturan rafaksi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025. Dengan pencabutan ini, HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram. Tujuan kebijakan ini adalah untuk melindungi petani dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Beberapa poin penting terkait kebijakan ini, Pemerintah menetapkan HPP GKP sebesar Rp 6.500 per kilogram untuk melindungi pendapatan petani. Selain itu, Pemerintah menargetkan penyerapan gabah setara 3 juta ton beras hingga April 2025, dengan 70% target tersebut akan dioptimalkan pada semester pertama tahun 2025.

Selanjutnya, Perum Bulog akan memaksimalkan fasilitas Sentra Penggilingan Padi (SPP) yang ada di 5 provinsi sentra produsen padi nasional, untuk menyerap gabah petani lokal dan mengolahnya menjadi beras berkualitas. Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan menjaga stabilitas pangan nasional.

Ironisnya, ketika Pemerintah memberi kemudahan kepada para petani untuk menjual gabah hasil panennya tanpa persyaratan kadar air dan kadar hampa kepada Perum Bulog, ternyata, para petani tidak lagi mengeringkan dan membersihkan gabahnya terlebih dahulu, sebelum menjualnya kepada Perum Bulog. Petani langsung saja menjual gabah apa adanya atau ‘any quality’.

Itu sebabnya, Perum Bulog perlu segera “menggandeng” para Penyuluh Pertanian untuk sama-sama mengedukasi petani agar sebelum menjual gabah ke Perum Bulog, sebaiknya dibersihkan dan dikeringkan dahulu gabah yang bakal dijualnya itu. Kalau mungkin petani dapat mengeringkan gabah maksimal 25 % kadar airnya dan maksimal 10 % kadar hampanya.

Pekerjaan mengeringkan dan membersihkan gabah ini, bukanlah hal baru dalam kehidupan petani. Sebelum ada aturan dan kebijakan baru ini, para petani sudah terbiasa melakukannya, bila petani ingin memperoleh harga gabah yang sesuai dengan HPP. Masalahnya, aturan HPP gabah sebesar Rp. 6500,- kini diwajibkan Pemerintah kepada Perum Bulog untuk membeli gabah ‘any quality’.

Bagi petani, dengan adanya kesempatan dan kemudahan yang diberikan Pemerintah, buat apa capek-capek mengeringkan dan membersihkan gabahnya, jika semua kategori gabah yang dihasilkan petani, akan dibeli dengan harga yang sama yakni Rp. 6500,’. Mau kadar airnya 20 % atau pun 30 %, Perum Bulog wajib membelinya dengan harga Rp.6500,-

Akan tetapi, dengan pertimbangan khusus, sebaiknya Perum Bulog sebagai sahabat sejati petani, segera melakukan edukasi kepada petani bersama para petugas Penyuluh Pertanian di lapangan. Sesuai dengan tugad dan fungsi Penyuluhan Pertanian, maka yang dijadikan prioritas materinya terkait dengan perubahan perilaku petani atas adanya aturan baru ini.

Penyuluhan Pertanian sendiri merupakan sistem pendidikan non formal yang diberikan kepada petani agar terjadi perubahan sikap, tindakan dan wawasan petani ke arah yang lebih baik. Begitu pun dengan keinginan untuk merubah perilaku petani dalam menjual gabah kering panennya kepada Perum Bulog.

Walau diberi kemudahan seperti yang dijelaskan diatas, namun akan lebih baik, bila petani pun tetap mengeringkan dan membersihkan gabahnya sebelum dijual ke Perum Bulog. Apa yang menjadi manfaatnya, Perum Bulog dan Penyuluh Pertanian di lapangan, dapat menjelaskannya kepada para petani.

Semoga jadi percik permenungan kita bersama.

***

Judul: Ketika Bulog Menggandeng Penyuluh Pertanian
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *