MajmusSunda News, Senin (20/1/2025) – Artikel berjudul “Keampuhan Buku” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS) serta Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Saudaraku, ada kearifan terpancar dari Keputusan-keputusan Pemerintah Swedia kembali menggunakan buku cetak sebagai media pembelajaran setelah belasan tahun menggunakan perangkat digital. Bahwa belajar bukan sekadar soal teknologi, tetapi tentang esensi pengetahuan yang meresap ke jiwa.
Di dunia nan riuh oleh kilatan layar, buku cetak berdiri tenang, bak pohon tua yang kokoh di tengah badai. Ia tak tergesa-gesa, tak berpacu dengan waktu, hanya menawarkan ruang pergumulan yang intens.
Membuka buku cetak adalah membuka jendela ke dunia yang hening. Setiap lembarannya mengundang sentuhan kehangatan. Ada kedekatan yang tak tergantikan, seolah kita sedang bercakap dengan sahabat karib, mendengar suaranya melalui setiap kalimat yang tertulis.
Buku cetak tidak berkedip, tak berisik, tak memanggil perhatian kita dengan notifikasi yang mengalihkan. Ia membiarkan kita tenggelam sepenuhnya dalam kata-kata, membangun imajinasi tanpa batas, menciptakan dunia yang dihayati secara personal. Di sini, tak ada gangguan hanya ada kita dan kisah yang mengalir perlahan.
Sementara layar digital adalah sungai deras yang membawa informasi dalam sekejap, buku cetak adalah danau tenang tempat kita merenung. Membaca dari buku cetak mengajarkan kita kesabaran, menghadirkan keintiman dengan setiap huruf yang kita baca. Tiada ketergesaan, tak ada pencarian instan hanya perjalanan yang penuh makna.
Buku cetak juga menjadi pelindung dari kelelahan digital. Ia tidak menyilaukan mata, tidak membuat kita kehilangan fokus karena kilauannya. Ia adalah oasis di tengah gurun informasi, tempat kita bisa beristirahat dan menemukan ketenangan.
Lebih dari itu, buku cetak adalah warisan. Ia memiliki wujud, dapat disentuh, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di dalamnya, ada jejak tangan yang pernah menyentuh, ada cerita di balik cerita. Ia adalah benda yang hidup, menyimpan sejarah bukan hanya di dalam isinya, tetapi juga dalam keberadaannya.
Maka, meskipun layar digital menawarkan kecepatan, buku cetak memberikan kedalaman. Dalam dunia yang serba cepat, kehadiran buku cetak mengingatkan kita bahwa belajar bukanlah perlombaan, melainkan perjalanan jiwa. Dan di setiap lembarannya, kita menemukan keabadian.
***
Judul: Keampuhan Buku
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.
***