MajmusSunda News, Kolom OPINI, Minggu (23/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Imajinasi Estimasi Biaya Mendirikan KPPI dan Biaya Kapitalisasi” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi dan salam sejahtera. Izin melanjutkan dongeng Kapitalisasi Lahan Sawah Petani oleh KPPI. Dongeng Imajinasi ini menyampaikan cerita apa dan bagaimana prosesnya kapitalisasi bisa diwujudkan.
Terwujud tidaknya kapitalisasi tersebut akan tergantung dari banyak pihak, terutama para pihak sebagai penentu kebijakan, regulator atau pelayan publik. Imajinasi #62 ini belum selesai mendongengkan cerita Kapitalisasi.
Biaya untuk mendirikan dan mengoperasionalkan KPPI serta memperoleh sertifikat HPL ternyata hanyalah berkisar antara 3.08 % – 6.1 % dari nilai jual gabah dalam setahun. Institusi ini akan menentukan keberlanjutan sistem pangan berbasis padi sawah.
Artinya investasi kelembagaan atau institusi di atas merupakan investasi yang sangat penting. Siapa dan berapa banyak masing-masing pihak menanggung investasi, yang jelas petani sudah terlebih dahulu menanamkan modalnya dalam bentuk persawahan yang sudah memberikan manfaatnya bagi kita semua.
Mudah-mudahan Bapak/Ibu/Teman2 semua tidak bosan membacanya dan mohon maaf kalau tidak berkenan. Salam koperasi.
Mengestimasi biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan awal pendaftaran anggota koperasi KPPI hingga KPPI layak mendapatkan pinjaman modal dari lembaga pembiayaan dan bank dengan mengagunkan Hak Pengelolaan (HPL) melibatkan beberapa komponen biaya. Berikut adalah perkiraan biaya yang mungkin diperlukan:
1. Biaya Pendaftaran Bagi Anggota Koperasi KPPI
Data berikut ini hanyalah merupakan imajinasi. Namun demikian dengan menggunakan data berikut kita sudah mendapatkan gambaran kasar. Perubahan yang diperlukan tinggal melakukan penyesuaian-penyesuaian.
– Simpanan Pokok: Rp 200.000 per anggota
– Simpanan Wajib: Rp 100.000 per bulan per
– Biaya Administrasi: Rp 20.000 per anggota
2. Biaya Pendirian Koperasi
– Biaya Notaris: Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 (tergantung pada kompleksitas dokumen dan wilayah).
– Biaya Pendaftaran Koperasi di Kemenkop: Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000
– Biaya Rapat Anggota: Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 (tergantung pada jumlah peserta dan lokasi).
3. Biaya Pengurusan HPL, Penilaian Aset dan Sertifikasi Lingkungan
– Biaya Pengurusan HPL di BPN: Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 (tergantung pada luas lahan dan wilayah).
– Biaya Penilaian Aset oleh Penilai Independen:Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000 (tergantung pada luas lahan dan kompleksitas penilaian).
– Biaya Sertifikasi Lingkungan: Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 (tergantung pada jenis sertifikasi dan wilayah).
4. Biaya Operasional Koperasi
– Gaji Pengurus dan Staf: Rp 10.000.000 – Rp 20.000.000 per bulan (tergantung pada jumlah pengurus dan staf).
– Biaya Administrasi dan Operasional Harian: Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 per bulan (tergantung pada skala operasional).
5. Biaya Pelatihan dan Pengembangan
– Biaya Pelatihan Anggota dan Pengurus: Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 per sesi (tergantung pada jumlah peserta dan jenis pelatihan).
– Biaya Konsultasi dan Pendampingan Teknis: Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000 per bulan (tergantung pada kebutuhan dan durasi konsultasi).
Total Estimasi Biaya:
– Biaya Pendaftaran Anggota (untuk 100 anggota): Rp 22.000.000 (Rp 220.000 per anggota x 100 anggota).
– Biaya Pendirian Koperasi: Rp 7.000.000 – Rp 15.000.000.
– Biaya Pengelolaan Lahan dan Sertifikasi HPL: Rp 8.000.000 – Rp 18.000.000.
– Biaya Operasional Koperasi (untuk 6 bulan): Rp 90.000.000 – Rp 180.000.000.
– Biaya Pelatihan dan Pengembangan:Rp 7.000.000 – Rp 15.000.000.
Total estimasi biaya yang diperlukan adalah sekitar Rp 134.000.000 – Rp 250.000.000.
Dengan memenuhi semua persyaratan dan biaya ini, KPPI dapat menjadi layak untuk mendapatkan pinjaman modal dari lembaga pembiayaan dan bank dengan mengagunkan HPL.
Andaikan Lahan HPL KPPI 150 Hektar
Mengurus sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) untuk lahan seluas 150 hektar melibatkan beberapa komponen biaya. Berikut adalah perkiraan biaya yang mungkin diperlukan:
1. Biaya Pengurusan HPL di Badan Pertanahan Nasional (BPN)
– Biaya Pendaftaran Permohonan: Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000
– Biaya Pengukuran dan Pemetaan: Rp 500.000 – Rp 1.000.000 per hektar (untuk 150 ha: Rp 75.000.000 – Rp 150.000.000)
– Biaya Administrasi: Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000
2. Biaya Penilaian Aset oleh Penilai Independen
– Biaya Penilaian: Rp 500.000 – Rp 1.000.000 per hektar (untuk 150 ha: Rp 75.000.000 – Rp 150.000.000)
3. Biaya Sertifikasi Lingkungan
– Biaya Sertifikasi: Rp 10.000.000 – Rp 30.000.000 (tergantung pada jenis sertifikasi dan kompleksitas)
Total Estimasi Biaya
– Biaya Pengurusan HPL di BPN: Rp 82.000.000 – Rp 165.000.000
– Biaya Penilaian Aset oleh Penilai Independen: Rp 75.000.000 – Rp 150.000.000
– Biaya Sertifikasi Lingkungan: Rp 10.000.000 – Rp 30.000.000
Total estimasi biaya yang diperlukan untuk pengurusan sertifikat HPL untuk lahan seluas 150 hektar adalah sekitar Rp 167.000.000 – Rp 345.000.000.
Biaya-biaya ini adalah perkiraan dan dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi, kompleksitas proses, dan persyaratan tambahan yang mungkin diperlukan oleh BPN atau lembaga terkait lainnya.
Proses Kapitalisasi
Proses kapitalisasi tanah menjadi aset finansial koperasi melibatkan beberapa langkah pengurusan hak pengelolaan lahan. Berikut adalah penjelasan umum mengenai proses tersebut:
1. Identifikasi dan Verifikasi Hak Atas Tanah
Pemastian Kepemilikan: Koperasi harus memastikan bahwa tanah yang akan dikapitalisasi memiliki sertifikat hak milik atau hak pengelolaan yang sah. Hal ini melibatkan pengecekan dokumen-dokumen legal seperti sertifikat tanah, akta jual beli, atau surat keputusan pemberian hak.
Verifikasi Legalitas: Perlu dilakukan verifikasi legalitas tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi terkait untuk memastikan tidak ada sengketa atau klaim lain atas tanah tersebut.
2. Penilaian Nilai Tanah
Appraisal: Koperasi perlu melakukan penilaian (appraisal) terhadap tanah tersebut oleh penilai profesional yang berlisensi. Nilai tanah akan menjadi dasar untuk kapitalisasi.
Faktor yang Mempengaruhi Nilai: Lokasi, luas tanah, status hak atas tanah, dan potensi pengembangan akan mempengaruhi nilai tanah.
3. Penyusunan Rencana Kapitalisasi
Rencana Bisnis: Koperasi harus menyusun rencana bisnis yang jelas mengenai bagaimana tanah tersebut akan dikapitalisasi. Misalnya, apakah tanah akan dijadikan agunan untuk pinjaman, dijual, atau dikembangkan untuk menghasilkan pendapatan.
Persetujuan Anggota: Rencana kapitalisasi harus mendapatkan persetujuan dari anggota koperasi melalui Rapat Anggota.
4. Proses Kapitalisasi
Pencatatan sebagai Aset Finansial: Tanah yang telah dinilai kemudian dicatat sebagai aset finansial dalam neraca koperasi. Nilai tanah akan meningkatkan ekuitas koperasi.
Penggunaan Aset: Tanah dapat digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman, atau dijual untuk meningkatkan likuiditas koperasi. Alternatif lain adalah mengembangkan tanah tersebut untuk menghasilkan pendapatan, misalnya dengan membangun properti komersial.
5. Pengurusan Perpajakan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Jika tanah dijual, koperasi harus mempertimbangkan kewajiban pajak seperti PPN.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Koperasi juga harus memastikan bahwa PBB tanah telah dibayarkan.
6. Pelaporan dan Akuntansi
Pelaporan Keuangan: Tanah yang telah dikapitalisasi harus dilaporkan dalam laporan keuangan koperasi sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Audit: Laporan keuangan harus diaudit untuk memastikan transparansi dan akurasi.
7. Pengawasan dan Evaluasi
Monitoring: Koperasi perlu melakukan monitoring secara berkala terhadap penggunaan dan nilai tanah yang telah dikapitalisasi.
Evaluasi Kinerja: Evaluasi kinerja aset tanah harus dilakukan untuk memastikan bahwa kapitalisasi memberikan manfaat finansial yang diharapkan.
8. Kepatuhan terhadap Regulasi
Regulasi Koperasi: Koperasi harus mematuhi semua regulasi yang berlaku terkait pengelolaan tanah dan kapitalisasi aset.
Regulasi Pertanahan: Koperasi juga harus mematuhi peraturan pertanahan yang berlaku, termasuk peraturan tentang konversi hak atas tanah.
9. Dokumentasi dan Transparansi
Dokumentasi: Semua proses dan keputusan terkait kapitalisasi tanah harus didokumentasikan dengan baik.
Transparansi: Koperasi harus menjaga transparansi dalam pengelolaan aset tanah kepada anggota dan pihak terkait lainnya.
Penutup
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, dan dengan imajinasi 100 orang petani padi membentuk KPPI pada areal kerja 150 hektar, KPPI dapat memperoleh HPL dan menjalankan usaha KPPI secara riil. Untuk pendirian KPPI dengan jumlah anggota 100 orang diperlukan biaya sekitar Rp 134.000.000 – Rp 250.000.000; dan untuk pengurusan HPL 150 ha serta modal kerja selama 6 bulan diperlukan biaya sekitar Rp 167.000.000 – Rp 345.000.000. Semua biaya tersebut tergantung pada kompleksitas dari lokasi setempat. Jadi total biaya diperkirakan akan mencapai Rp 301 juta – Rp 595 juta. Adapun nilai gabah hasil panen dari areal 150 ha, dengan asumsi hasil per hektar 5 ton gabah kering giling dan dua kali panen dalam setahun akan mencapai 150 ha x 2 x 5 ton/ha x Rp 6500/ka = Rp 9.75 miliar.
Biaya untuk mendirikan dan mengoperasionalkan KPPI serta memperoleh sertifikat HPL ternyata hanyalah berkisar antara 3.08 % – 6.1 % dari nilai jual gabah dalam setahun. Institusi ini akan menentukan keberlanjutan sistem pangan berbasis padi sawah.
Artinya investasi kelembagaan atau institusi di atas merupakan investasi yang sangat penting. Siapa dan berapa banyak masing-masing pihak menanggung investasi, yang jelas petani sudah terlebih dahulu menanamkan modalnya dalam bentuk persawahan yang sudah memberikan manfaatnya bagi kita semua.
Angka-angka ini bukan angka hasil pengumpulan data lapangan melainkan sekedar angka hipotetikal yang kebetulan diperkirakan tidak terlalu jauh dari realitasnya.
Modal KPPI pada hakekatnya diberikan oleh anggota KPPI dengan memberikan hak pengelolaan. Kesuksesan KPPI mencapai tujuannya akan sangat ditentukan oleh kapabilitas para pengurus dan manajer KPPI serta dukungan kebijakan Pemerintah dan dukungan lembaga-lembaga di sekitarnya.
Dengan lahirnya model KPPI ini persoalan pertama sudah selesai yaitu lahirnya institusi ekonomi kolektif (koperasi) yang telah memiliki akses kepada manajemen, permodalan, keuangan, teknologi, pasar dan elemen penting lainnya.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan pandangan institusi di mana penulis bekerja.
***
Judul: Imajinasi Estimasi Biaya Mendirikan KPPI dan Biaya Kapitalisasi
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi