MajmusSunda News, Rubrik OPINI, Jumat (27/06/2025) – Esai berjudul “Etos Kerja” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
“Berangkatlah, niscaya engkau akan mendapatkan ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah, sebab kenikmatan hidup direngkuh dalam kerja keras. Ketika air mengalir, ia akan menjadi jernih, dan ketika berhenti ia akan menjadi keruh,” begitu petuah Imam Syafi’i mengalir, jernih seperti air yang bergerak, menyapa jiwa yang beku agar kembali hidup.
Etos kerja bukan sekadar istilah, melainkan napas jiwa yang menuntun manusia dalam memaknai hidup. Ia menentukan apakah kerja hanya jadi beban, atau justru jadi jalan untuk menemukan makna, martabat, dan pengabdian. Di dalam etos, kerja tak lagi soal perut, tapi soal jiwa yang ingin membekas di kanvas sejarah.

Namun, di negeri yang fasih berdoa ini, kenapa ladang produktivitas kering, etika sosial lemah, dan korupsi menjamur? Apakah doa kita telah terpisah dari tindakan? Apakah ibadah hanya menundukkan tubuh tanpa menyentuh cara hidup?
Etos kerja lahir dari ruhani yang menyala, tapi juga perlu ekosistem yang menopang. Clifford Geertz mencatat, kaum santri punya etos kuat, tapi sering tersandung lemahnya organisasi. Punya semangat, tapi tanpa struktur; punya arah, tapi tanpa kendaraan.
James Siegel melihat, organisasi usaha pun rapuh. Solidaritas kekaryaan, yang seharusnya jadi simpul kekuatan, justru terpisah-pisah seperti butiran embun yang tak sempat menjadi sungai.
Sementara itu, birokrasi tak hadir sebagai pengayom, melainkan kerap jadi penghambat. Alih-alih menumbuhkan, kebijakan negara sering melumpuhkan. Seperti diingatkan Wertheim, arah kebijakan adalah cermin jiwa kekuasaan—bila yang ditanam kesewenangan, maka yang tumbuh kemandekan.
Belajarlah dari air yang terus mengalir, dari panah yang berani melesat, dari emas yang rela ditempa. Sebab kerja bukan sekadar aktivitas, tapi nyala harga diri—tanda bahwa hidup ini ingin meninggalkan jejak.
***
Judul: Etos Kerja
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.
***
