MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/09/2024) – Artikel dalam Kolom Ernawan berjudul “Ekonomi Rakyat Berbasis Pasar” ini ditulis oleh: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., M.B.A., CIQA., CQM., CPHRM., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Ekonomi rakyat merupakan kegiatan ekonomi yang dimiliki dan digerakkan oleh sebagian besar rakyat pribumi, baik sebagai pengelola maupun sebagai pengguna kekayaan ekonomi nasional. Perekonomian rakyat (bukan Perekonomian Kerakyatan) berupa sistem ekonomi berorientasi pada kesejahteraan rakyat dalam arti kata yang sebenarnya.
Ekonomi rakyat berhubungan dengan penegakkan martabat dan jati diri Bangsa di depan bangsa-bangsa lain. Apabila ekonomi rakyat hancur, musnahlah jati diri dan nartabat bangsa ini, di hadapan bangsa-bangsa lain, sebuah pernyataan yang maknanya jauh melampaui sekadar persoalan struktur ekonomi, apalagi konstelasi ekonomi mikro.
Dalam kerangka itulah, H.D. Sutisno (Tokoh Besar Pengusaha SUNDA), dan H. Mahpudi (Pengusaha Penerbitan dan Konsultan Manajemen) menyatakan bahwa ekonomi rakyat memiliki basis tiga tiang pennyangga utama, yakni pertanian, sumberdaya insani kreatif, dan pasar.
Pertanian dalam pengertian luas, termasuk peternakan, perikanan, dan kelautan adalah mata pencaharian sebagian besar rakyat pribumi. Jadi setiap strategi pembangunan yang mencoba mencerabut dari pertanian, atau setiap upaya meminggirkan atau menggusur pertanian dari kehidupan bangsa, hakikatnya bukan kebijakan pro ekonomi rakyat.
Sebaliknya, setiap strategi pembangunan yang memampukan warga bangsa dalam pertanian, atau setiap upaya menjadikan pertanian sebagai pusat kehidupan bangsa, merupakan kebijakan pro ekonomi rakyat.
Butuh Kreativitas
Ekonomi rakyat sangat membutuhkan kreativitas karena pada hakekatnya pertanian sebagai sumber produksi tidak akan memiliki nilai lebih jika tidak dikreasi.
Sejujurnya bangsa ini sangatlah kreatif. Lihatlah bagaimana karya-karya kreatif masa lalu bertebaran di saentero lingkungan kita. Kerajinan rakyat ada disetiap wewengkon pelosok daerah.
Kreativitas juga ada pada makanan (kuliner) dan seni budaya. Bahkan, Malaysia pun “meminjamnya” dengan diam-diam bagi kepentingan Truly Asia mereka. Namun, kita sendiri menyingkirkannya. Bahkan, kita menggusurnya juga dan kita menjauhkannya dari sistem pendidikan kita. Oleh karena itu lahirlah generasi muda miskin kreatif ─ jangan sampai program menyingkirkan kemiskinan, menjadi menyingkirkan orang miskin.
Benar, kita menyaksikan ada kreativitas baru yang muncul dikalangan generasi muda. Misalnya di Kota Bandung, sebutlah kreativitas anak-anak muda membangkitkan distro, kulineran, dan cafe kecil. Namun, kreativitas itu adalah anomali yang lahir dari hukum kreativitas itu sendiri. Kreativitas mereka tidak ada dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan tidak ada pula dalam strategi pembangunan yang dirumuskan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan kaitannya.
Pasar Tradisional “Becek” Digusur
Pasar merupakan inti ekonomi rakyat. Segalanya bermuara pada pasar. Di pasar pula jati diri menjadi martabat.
Orang-orang menyebutnya pasar tradisional, tetapi kita lebih baik menyebutnya sebagai pasar konvensional. Bukan karena kata “tradisional” berkonotasi kotor, jorok, dan sebagainya, tetapi karena sejatinya pasar yang berkembang di Indonesia merupakan sebuah konvensi.
Mengapa kita mengkhianati pasar? Lantas menjadi Malin Kundang atau Dalem Boncel. Pasar ibarat ibu kita yang membesarkan dengan kasih sayangnya. Setelah besar kita tidak mengakuinya, hanya karena dia renta, kumuh, kotor, dan jorok. Lebih gila lagi, kita gusur dan tendang dia. Di atasnya kita bangun Center dan plaza pemenuh gairah konsumerisme kita.
Kita tidak menolak kehadiran center dan plaza sebagai realitas zaman. Namun, tidak berarti kita harus membunuh Ibu kita sendiri.
Itulah keharusan sejarah bangsa Indonesia pada masa depan, yaitu mewujudkan suatu perekonomian rakyat yang bukan sekedar memanfaatkan rakyat sebagai alat alat produksi, tetapi memberi ruang seluas luasnya kepada rakyat untuk mengembangkan jati dirinya dan memiliki martabat dimata bangsa bangsa lain.
***
Judul: Ekonomi Rakyat Berbasis Pasar
Penulis: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja
Editor: Jumari Haryadi