Benih-benih Permusuhan dan Prahara Keturunan Sempakwaja dan Mandiminyak di Kerajaan Galuh

Permusuhan dan perseteruan keturunan Sempakwaja dan Jantaka dengan adiknya Mandiminyak digambarkan jelas dalam buku Sejarah Jawa Barat (Yuganing Raja Kawasa), Drs Yoseph Iskandar

Ilustrasi Keraton Kerajaan Galuh (Sumber gambar: Arie/Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (5/11/2024) – Artikel dalam Rubrik “SEJARAH” berjudul “Benih-benih Permusuhan dan Prahara Keturunan Sempakwaja dan Mandiminyak di Kerajaan Galuh”, ditulis oleh Agung Ilham Setiadi

Purbasora bersama adiknya Demunawan dan putra Sempakwaja atau Sang Danghyang Batara Guru yang bertahta di Galunggung dan Jantaka atau Resi Wanayasa  dalam Sejarah Kabupaten Tasikmalaya disebut Ranghyang Kidul, bertahta di Denuh Tasikmalaya selatan (Desa Cicombre, Kec. Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya).

Sempakwaja dan Jantaka menurut tradisi kerajaan Galuh tidak bisa menjadi putra mahkota (yuwaraja), karena Sempakwaja giginya tanggal dan Jantaka punya kekurangan kemir.

Permusuhan dan perseteruan keturunan Sempakwaja dan Jantaka dengan adiknya Mandiminyak digambarkan jelas dalam buku Sejarah Jawa Barat (Yuganing Raja Kawasa), Drs Yoseph Iskandar, dari sinilah muncul awal benih-benih permusuhan antara dinasti Galuh (Amara atau Mandiminyak dengan putranya Sena (Bratasenawa).

Dilain pihak Galunggung Sempakwaja dengan putranya Purbasora dan Demunawan serta Denuh dalam hal ini Jantaka dengan anaknya Bimaraksa sama-sama ingin meneruskan tahta kerajaan. Hanya saja Denuh dibawah kekuasaan Jantaka lebih bersikap netral.

Sempakwaja (Danghiyang Batara Guru) menikah dengan Pohaci Rababu, putri berasal dari petapaan (batur) Kendan mempunyai dua anak.

Putra sulung, Sang Purbasora lahir 643 M (kelak merebut kerajaan Galuh dari Sena) dan yang kedua Sang Demunawan lahir tahun 646 M (kelak menjadi Raja di Saung Galah di Kuningan).

Pubasora, Demumawan dan Bimaraksa bersama-sama merebut kerajaan Galuh dari Sena karena mereka bertiga beranggapan punya hak meneruskan kerajaan Galuh dari kakeknya Wretikandayun (bukan Sena).

Setelah Galuh dikuasai Purbasora, Demunawan dan Bimaraksa otomatis Purbasora dan Demunawan yang asalnya berkedudukan di Galunggung bersama ayahnya Sempakwaja, pindah ke Keraton Galuh (Situs Bojong Galuh Karangkamulyan, Kabupaten Tasikmalaya). Sedangkan Sena jelas terpojok dikeroyok tiga keturunan dari Sempakwaja dan Jantaka.

Sementara Sena (dalam prasasti canggal Sana) meloloskan diri ke Jawa tengah (Gunung Merapi) mengikuti jejak istrinya Sannaha dan mertuanya Parwati.

Sang Rajaresi Wretikandayun berusia panjang hidup selama 111 tahun. Ia wafat tahun 702 M. Penggantinya putra Mahkota Mandiminyak (Amara).

Bibit pemusuhan dan perebutan kekuasaan semakin meruncing setelah tahta Kerajaan Galuh diserahkan Mandiminyak kepada Sena.

Dua kerajaan besar yang cukup tangguh (Indrapahasta dan Kuningan) sebagai bawahan Galuh menjadi sekutu Danghiyang Guru Sempakwaja. Sebagai penguasa Kerajaan Galunggung, Sang Sempakwaja menguasai 12 kerajaan kecil di sekitarnya.

Sang Mandiminyak wafat pada tahun 709 Masehi, penggantinya Sena, kesempatan sangat terbuka lebar bagi keturunan Galuh lainnya dari Sempakwaja (Purbasora dan Demunawan) dibantu dari keturunan Jantaka (Bimaraksa). Sandungan pamannya Mandiminyak yang menjadi pelindungnya Sena telah tiada.

Judul: Benih-benih Permusuhan dan Prahara Keturunan Sempakwaja dan Mandiminyak di Kerajaan Galuh
Penulis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *