Mengukur Kekuatan Cadangan Pangan!

oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Sabtu (11/06/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Mengukur Kekuatan Cadangan Pangan!” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Andai terjadi masalah pangan di suatu negara, salah satu indikator kemampuan negara tersebut untuk memberi makan warga masyarakat nya, akan ditentukan oleh kekuatan cadangan pangan yang dimiliki nya. Menurut Infografis IFSR, pada tahun 2020 tercatat, negara yang paling mampu bertahan adalah Amerika Serikat. Negeri Pama Sam ini dapat bertahan selama 1068 hari. Amerika Serikat memiliki jumlah penduduk sekitar 331 juta jiwa dengan kekuatan cadangan pangan nya sejumlah 107,8 juta ton.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Kemudian disusul oleh China yang memiliki penduduk sebesar 1,44 milyar jiwa. China dengan kekuatan cadangan pangan nya sebesar 294 juta ton, mampu bertahan selama 681 hari. Selanjut nya Brazil. Negeri yang terkenal dengan goyang Samba ini memiliki jumlah penduduk sekitar 215 juta jiwa. Dengan kemanpuan cadangan pangan nya sebesar 8,6 juta ton, mampu bertahan selama 152 hari.

Lalu, India. Dengan jumlah penduduk 1,38 milyar jiwa, India memiliki kekuatan cadangan pangan sejumlah 61,5 juta ton dan mampu berhahan sekitar 151 hari. Selanjut nya, Thailand yang memiliki jumlah penduduk sekitar 70 juta jiwa. Negeri Gajah Putih ini memiliki cadangan pangan sebesar 3 juta ton dan mampu bertahan selama 143 hari.

Kemudian Jepang. Negara Matahari Terbit ini memiliki jumlah penduduk sekitar 126 juta jiwa. Jepang memiliki cadangan pangan sebesar 4,6 juta ton dan mampu bertahan selama 121 hari. Vietnam memiliki jumlah penduduk sekitar 97 juta jiwa. Negeri ini memiliki cadangan pangan sebesar 0,7 juta ton dan msmpu bertahan selama 23 hari. Setelah nya baru Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 271 juta jiwa. Dengan memiliki cadangan pangan sebesar 1,7 juta ton, kemampuan bertahan tercatat selama 21 hari.

Data tiga tahun lalu itu, betul-betul membuat kita miris, mengingat kemampuan bangsa ini bertahan dengan cadangan pangan yang dimiliki nya itu hanya mampu selama 21 hari saja. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mampu bertahan selama 1068 hari. Atau bandingkan dengan Vietnam, mereka mampu bertahan selama 23 hari atas cadangan pangan yang dimiliki nya itu.

Peraturan Presiden 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional telah memberi amanat kepada lembaga pangan di tingkat nasional ini untuk melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan. Fungsi ini benar-benar sangat penting untuk kita cermati bersama, khusus nya dalam mewujudkan cadangan pangan yang semakin berkualitas.

Paling tidak, ada 6 pengertian cadangan pangan sebagaimana yang digambarkan dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ke enam pengertian itu adalah :

1. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi masalah kekurangan Pangan, gangguan pasokan dan harga, serta keadaan darurat.

2. Cadangan Pangan Pemerintah adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah.

3. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah provinsi.

4. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.

5. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah desa.

6. Cadangan Pangan Masyarakat adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga.

Mengacu pada masing-masing pengertian tersebut, jelas terlihat bahwa persoalan cadangan pangan, khusus nya beras betul-betul harus disikapi dengan serius. Kita tidak boleh teledor dalam mengelola cadangan pangan. Tidak boleh juga main-main. Itu sebab nya Pemerintah telah menetapkan pangan sebagai urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Persoalan pangan tidak semata menjadi domain tanggung jawab pemerintah, namun perlu melibatkan dan memberdayakan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan cadangan pangan masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.

Pengembangan cadangan pangan masyarakat ini, memiliki dua sisi relevansi yakni :
Pertama, memantapkan keberadaan cadangan pangan untuk mewujudkan keterjaminan atas ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat. Untuk itu perlu ada sinergitas antar anggota kelompok penerima manfaat, penyuluh pertanian, aparat ketahanan pangan pusat dan daerah.

Kedua, mengembangkan peran serta masyarakat secara optimal untuk mengembangkan kelembagaan cadangan pangan masyarakat. Hal ini mengarah pada upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif di bidang pangan yang pengelolaannya dilakukan secara sinergis oleh kelembagaan lumbung pangan masyarakat.

Pengalaman pahit terkait cadangan beras yang kita miliki, seperti nya harus dihentikan dan tidak perlu diulang kembali untuk masa-masa mendatang. Jadikan pengalaman ini sebagai guru yang sangat berharga. Pengalaman bisa juga dijadikan kaca untuk bercermun. Atas semua fenomena yang ada, paling tidak, ada dua masalah yang selama ini kita rasakan.

Pertama, terkait dengan pengadaan beras dalam negeri oleh Perum Bulog. Beras yang dibeli Bulog umum nya bukan kualitas yang prima. Beberapa pakar menyebutnua sebagai gabah “any quality”. Pengadaan Bulog biasa nya beras dengan kadar air yang masing tinggi dan derajat hampa nya juga tinggi. Akibat nya beras tersebut tidak mampu bertahan lama.

Padahal sebagai cadangan nasional, kita ingin agar beras tersebut dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Pengalaman yang terjadi pada saat Program Raskin masih ada, sepatut nya tidak diulangi lagi. Saat itu terkesan Perum Bulog asal-asalan dalam membeli gabah dari petani.
Yang penting target pengadaan tercapai, karena program Raskin memiliki captive market yang jelas, yakni sekitar 2,5 juta ton per tahun. Konsekwensi nya kita sering membaca keluhan dari para penerima manfaat program Raskin itu sendiri terkait dengan kualitas beras yang dibagikan.

Kedua adalah soal beras impor. Sebagaimana yang dirilis Perum Bulog, beberapa waktu lalu, ada sekitar 400 ribu ton beras impor dari sekitar 928 ribu ton stok di gudang Bulog yang hampir rusak sehingga butuh pengolahan lebih lanjut. Kita tidak tahu dengan pasti, kenapa hal ini sampai terjadi. Hanya perlu dicatat. Kondisi demikian, bukan yang pertama kali terjadi. Beberapa waktu yang lalu pun Perum Bulog sering mengeluhkan ada nya masalah penyimpanan cadangan beras ini. Bulog sendiri siap dengan penanganan turun mutu ini.

Dihadapkan pada kondisi ini sebaik nya ditempuh langkah yang bersifat cerdas. Stok BULOG yang berpotensi turun mutu sebaik nya segera dikeluarkan dengan “pelepasan” pada mekanisme tertentu. Bisa di jual murah (subsidi selisih harga). Bisa dipakai untuk bantuan sosial (gratis buat masyarakat – dibayar utuh oleh Pemerintah), atau dilakukan pengolahan (ada susut yang disepakati bersama oleh pengambil keputusan).

Pertanyaan nya adalah mengapa kita tidak mampu memelihara cadangan beras ini secara profesional. Apakah dikarenakan oleh terbatas nya anggaran yang dimiliki Bulog dalam mengelola cadangan beras ini atau ada hal lain yang berhubungan dengan lemah nya teknologi penyimpanan beras itu sendiri ? Dalam kaitan ini, kita butuh sistem pengelolaan cadangan beras yang lebih baik lagi. Inilah salah satu tugas BAPANAS yang perlu digarap secara serius.

***

Judul: Mengukur Kekuatan Cadangan Pangan!
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadj
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *