Masukan untuk Perum Bulog : 5 Titik Kritis Penyimpanan Gabah

oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Sabtu (24/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Masukan untuk Perum Bulog : 5 Titik Kritis Penyimpanan Gabah” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Kisah sukses Perum Bulog menyerap gabah petabi dalam jumlah yang cukup besar, ternyata melahirkan masalah lanjutan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Dimulai dengan terbatasnya gudang penyimpanan gabah/beras yang terbatas dan dimiliki oleh Perum Bulog, ternyata proses penyimpanan gabah/beras pun membutuhkan pengelolaan yang lebih profesional lagi.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Menyimpan gabah sekitar 4 juta ton yang diantaranya akan dijadikan cadangan beras Pemerintah, dipastikan akan lebih rumit ketimbang mengelola penyimpanan gabah/beras yang jumlah nya hanya sebesar 2 juta ton. Di lain pihak, Perum Bulog sendiri, sepertinya belum memiliki pengalaman dalam menyimpan gabah dengan jumlah sebesar 4 jura ton.

Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika sebagai operator pangan yang diberi tugas untuk mengelola cadangan pangan nasional, Perum Bulog perlu lebih serius dalam menjalankan pekerjaannya. Perum Bulog penting untuk berkaca diri dan belajar dari pengalaman di masa lalu. Terlebih jika ada pengalaman buruk yang telah menimpanya.

Salah satunya adalah temuan psra Wakil Rakyat yang tergabung dalam Komisi IV DPR RI yang mempertontonkan kepada masyarakat bahwa di salah satu gudang Perum Bulog ditemukan adanya beras berkutu. Temuan ini tentu saja mengagetkan. Kok bisa di era teknologi pergudangan yang semakin canggih masih ditemukan ada beras berkutu.

Pertanyaan mendasarnya adalah ada apa sebetulnya dengan proses pengelolaan penyimpanan gabah/beras di negeri ini ? Lalu, mengapa pula masih ditemukan adanya beras berkutu ? Anehnya lagi, beras berkutu itu ditemukan dalam gudang Perum Bulog yang merupakan beras impor ? Orang-orang memahami kualitas beras impor mestinya lebih baik dari beras hasil petani di dalam negeri.

Persoalan kritisnya adalah apakah Perum Bulog telah menyiapkan diri dengan baik dalam melakukan penyimpanan gabah hasil serapan panen raya yang baru lalu ? Adakah jurus-jurus khusus yang siap untuk dilaksanakan guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan, seperti soal beras berkutu atau adanya beras bau apek dan berwarna kekuning-kuningan ?

Hal ini, tentu butuh pencermatan kita bersama. Problemnya bisa menjadi serius jika tidak diantisipasi sedini mungkin, mengingat gabah yang diserap Perum Bulog saat ini rata-rata gabah ysng tidak lagi memperhitungkan persyaratan kadar air dan kadar hampa sesuai ketentuan yang diberlakukan selama ini. Perum Bulog dipaksa menyerap gabah dengan kualitas yang ‘apa adanya’.

Berangkat dari pengalaman demikian, ditambah dengan fakta gabah yang diserap Perum Bulog umumnya gabah ‘any quality’, tidak tertutup peluang dalam proses penyimpanannya nanti akan ditemukan pula beras berkutu lainnya. Ini yang harus dicegah. Itu sebabnya, kewaspadaan dan kehati-hatian perlu dilakukan sedini mungkin (early warning).

Sebetulnya ada beberapa titik kritis yang perlu dipertimbangkan terkait dengan proses penyimpanan gabah/beras di gudang Perum Bulog atau gudang-gudang lainnya. Setidaknya ada lima titik kritis penyimpanan gabah/beras oleh Perum BULOG yang patut dijadikan ukuran dalam mengelola proses penyimpanan yang profesional dan berkualitas.

Pertama, terkait dengan kelembaban. Artinya, elembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan jamur dan hama, sehingga merusak kualitas gabah/beras. Titik kritis kelembaban adalah sekitar 14-15%. Kedua, berhubungan dengan suhu. Artinya,
suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan gabah/beras akibat proses metabolisme yang meningkat. Titik kritis suhu adalah sekitar 30-32°C.

Ketiga, kualitas gudang. Artinta, gudang yang tidak memenuhi standar dapat menyebabkan kerusakan gabah/beras akibat faktor lingkungan yang tidak terkendali. Keempat, berjaitan dengan pengawasan. Artinya, pengawasan yang tidak efektif dapat menyebabkan kerusakan gabah/beras tidak terdeteksi secara dini, sehingga menyebabkan kerugian yang lebih besar.

Kelima, soal kapasitas penyimpanan. Artinya, kapasitas penyimpanan yang tidak memadai dapat menyebabkan gabah/beras tidak dapat disimpan dengan baik, sehingga meningkatkan risiko kerusakan. Dengan memantau dan mengendalikan titik-titik kritis tersebut, Perum BULOG dapat menjaga kualitas gabah/beras dan meningkatkan efisiensi penyimpanan.

Untuk itu, Peran Petum Bulog dalam penyimpanan beras antara lain mengelola gudang-gudang penyimpanan beras yang digunakan untuk menyimpan beras yang dibeli dari petani atau yang diimpor. Kemudian, bertanggung jawab untuk menjaga kualitas beras yang disimpan dengan melakukan pengawasan dan pengendalian kualitas secara teratur.

Selanjutnya mengatur distribusi beras ke pasar-pasar atau ke daerah-daerah yang membutuhkan, sehingga beras dapat tersedia secara merata dan harga dapat terkendali. Selain itu, bersiap-siap untuk mengantisipasi krisis pangan dengan memiliki stok beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Terakhir, Perum Bulog mendukung program pemerintah dalam bidang pangan, seperti program stabilisasi harga pangan dan program bantuan pangan untuk masyarakat miskin.

Semoga jadi bahan perenungan bersama.

***

Judul: Masukan untuk Perum Bulog : 5 Titik Kritis Penyimpanan Gabah
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *