MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/02/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Kata Kunci Tidak Impor Beras 2025” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Dalam acara Dialog Publik yang membahas Politik Perberasan, ada peserta yang mempertanyakan apa kata kunci yang membuat bangsa kita menghentikan kebijakan impor beras tahun 2025 ? Lalu, ada tujuan apa yang membuat Pemerintah begitu antusias untuk mengumumkannya kepada masyarakat ? Padahal, tahun 2024, Indonesia menempuh impor beras sekitar 4,5 juta ton.
Dalam mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, impor beras, bukanlah kebijakan yang diharamkan untuk ditempuh. Bahkan kebijakan impor beras, telah dijadikan pilihan Pemerintah untuk mengokohkan ketersediaan beras Pemerintah, sekiranya produksi dalam negeri dan cadangan beras Pemerintah, tidak mampu mencukupi kebutuhan.

Beberapa pengalaman malah menunjukkan, impor beras merupakan “dewa penolong” Pemerintah, tatkala bangsa ini mengalami krisis atau darurat beras. Sebagai contoh nyata adalah kebijakan Pemerintah tahun lalu, yang menjadikan kebijakan impor beras sebagai andalan utama untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang anjlok cukup signifikan, karena ada sergapan El Nino.
Bisa dibayangkan, kalau saat itu tidak ada impor beras, maka pertanyaan nya, dari mana lagi, bangsa ini akan mendapatkan beras, yang kala itu sangat dibutuhkan untuk menguatkan cadangan beras Pemerintah yang semakin menipis dan kebutuhan beras untuk Program Bantuan Langsung Beras kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat.
Kebijakan dan langkah Pemerintah untuk memutuskan impor beras sekitar 5 juta ton dari negara-negara sahabat seperti Thailand, Vietnam, India, Myanmar dan lain-lainnya lagi, pada dasarnya memperlihatkan ketidak-berdayaan bangsa kita dalam memenuhi kebutuhan beras yang dihasilkan oleh para petani di dalam negeri.
Anjloknya produksi beras nasional secara besar-besaran ini, terekam dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat produksi beras nasional tahun 2024 hanya sebesar 30,41 juta ton. Angka ini, jauh lebih rendah dibanding produksi beras tahun 2023, yang produksinya sebesar 31,10 juta ton. Artinya, telah terjadi penurunan produksi beras sekitar 700 ribu ton.
Menariknya, ditengah kerisauan anjloknya produksi beras nasional dan membengkaknya angka impor beras, tiba-tiba Pemerintah membuat pengumuman tentang penghentian impor beras mulai tahun 2025 ini. Seorang sahabat bertanya, kok bisa-bisanya Pemerintah menyetop impor beras, terkecuali produksi sedang berlimpah dan jumlah impor beras tidak fantastis.
Catatan kritisnya adalah atas dasar alasan apa Pemerintah menyetop impor beras mulai tahun 2025 ? Apakah karena BPS memproyeksikan produksi beras tahun ini akan meningkat cukup signifikan ketimbang produksi tahun sebelumnya ? Apakah karena saat ini cadangan beras Pemerintah hampir mencapai angka 2 juta ton, sehingga cukup percaya diri dalam menjawab masalah yang mungkin muncul ?
Seabreg persoalan lain bisa saja disampaikan. Hanya penting dicatat, menyetop impor beras, dengan berbasis cuma kepada data statistik, bisa saja menjadi bumerang, jika dan hanya jika, angka-angkanya itu tidak akurat. Itu sebabnya, sangat dibutuhkan kehati-hatian dalam menetapkan sebuah kebijakan. Optimis, jelas tidak dilarang. Namun begitu, kita juga harus realistik.
Secara angka, produksi beras tahun 2025 akan lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Begitu yang diproyeksikan BPS. Tapi, hal itu akan tercapai bila iklim dan cuaca memang berpihak ke pertanian dan petani. Jika tidak, tentu akan menjadi soal serius yang mesti kita jawab. Andaikan tiba-tiba muncul La Nina, apakah Pemerintah telah siap dengan solusi cerdasnya ? Inilah yang perlu pencermatan kita bersana.
Pemerintah Indonesia, kini telah bertekad untuk menghentikan impor beras pada tahun 2025. Keputusan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi di dalam negeri dan memperkuat stok beras nasional. Dengan menghentikan impor beras, pemerintah berharap dapat meningkatkan harga jual gabah petani dan mengurangi ketergantungan pada impor beras.
Selain itu, keputusan untuk menutup kran impor beras rapat-rapat tahun ini, juga didorong oleh terjadinya penurunan harga beras di pasar internasional. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, harga beras di pasar dunia telah menurun drastis, dari USD 640 per metrik ton menjadi USD 400-an per metrik ton.
Mengiringi kebijakan stop impor beras, Pemerintah juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menyiapkan daerahnya masing-masing untuk mendukung swasembada pangan, khususnya menjaga lahan pertanian agar tidak beralih fungsi. Penerapan UU No. 41/2009, perlu dilaksanakan dengan penuh kehormatan dan tanggung-jawab.
Kemauan Pemerintah untuk menyetop impor beras tahun 2025, sekalipun produksi beras secara nasional tengah anjlok, betul-betul merupakan kebijakan yang cukup berani. Ini menarik untuk dibahas lebih jauh, karena Badan Pusat Statistik mencatat produksi beras nasional tahun 2024 ternyata lebih rendah ketimbang produksi beras tahun 2023.
Semoga produksi beras 2025 akan sesuai dengan yang diproyeksikan BPS.
***
Judul: Kata Kunci Tidak Impor Beras 2025
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi