Petani Tanpa Bulog

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Ilustrasi: Pemandangan alam - (Sumber pixabay)

MajmusSunda News, Kamis (30/01/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Petani Tanpa Bulog” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD  HKTI Jawa Barat  dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Seharusnya, Bulog tampil menjadi “dewa penolong” petani. Bulog inilah yang akan melindungi petani dari perilaku oknum-oknum yang doyan memainkan harga gabah dan beras di tingkat petani saat musim panen tiba. Sebagai lembaga parastatal Bulog diharapkan mampu mengajak bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha untuk selalu membeli gabah/beras petani dengan harga yang wajar.

Ketika status Bulog tercatat sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), semangat seperti ini sulit diwujudkan. Bukan saja Bulog dituntut untuk mendapat keuntungan yang optimal, ternyata Bulog pun cukup kesusahan menerapkan fungsi sosialnya. Statusnya sebagai BUMN, sulit bagi Bulog untuk menampilkan diri selaku “sahabat sejati” petani. Maklum Bulog adalah perusahaan plat merah.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Sampai sekarang sudah 21 tahun Bulog mengemban tugas selaku BUMN. Tidak banyak prestasi yang diraih, selain banyaknya tudingan buruk yang dialamatkan kepada Bulog. Harapan untuk tampil sebagai “raksasa” bisnis pangan tingkat Nasional belum terwujud. Semua impian ini terkesan masih mengecat langit dan belum mampu menapak bumi.

Munculnya kemauan politik Presiden Prabowo untuk membebaskan status Bulog dari BUMN menjadi Lembaga Otonom Pemerintah langsung dibawah Presiden, membawa harapan baru bagi Bulog untuk memberi layanan maksimal kepada bangsa dan negara dalam menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat, khususnya terkait dengan urusan pangan.

Berkiprah selaku pembawa pedang samurai dalam pencapaian swasembada pangan, jangan sekalipun Kementerian Koordinator bidang Pangan meninggalkan Bulog dalam kapasitasnya sebagai Stabilisator Pasokan dan Harga Pangan. Hal ini perlu disampaikan agar Bulog mendapat penugasan yang layak dari Pemerintah sebagai operator pangan.

Menugaskan Bulog sebagai offtaker pembelian gabah dan beras petani saat panen raya tiba, betul-betul merupakan langkah tepat Pemerintah dalam memainkan keberadaan Bulog sebagai sahabat sejati petani. Pertanyaannya adalah apakah jika Bulog bersahabat dengan petani akan mampu pula bersahabat dengan bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha beras di lapangan ?

Jawabannya jelas dan tegas : bisa ! Sebagai stabilisator pasokan dan harga pangan, Bulog diminta untuk dapat mengendalikan harga. Bulog perlu membangun suasana yang mampu memberi betkah kehidupan bagi petani dan bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha beras. Sebagai “alat negara” Bulog pun berhak untuk melahirkan aturan yang adil dan memberi manfaat bagi semua pihak.

Sebagaimana diketahui, offtaker adalah pihak yang membeli atau menerima hasil produksi atau jasa dari suatu proyek atau perusahaan. Peran offtaker yang utama antara lain, membeli hasil produksi; menandatangani kontrak jual-beli; menentukan harga dan kuantitas; mengatur pengiriman dan penyimpanan serta mengelola risiko dan kualitas.

Lemahnya “bargaining posision” petani dalam menentukan harga jual atas produk yang dihasilkan, kehadiran Bulog sebagai Lembaga Otonom Pemerintah, benar-benar sangat dibutuhkan. Bulog inilah yang diminta untuk menyadarkan para bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha gabah dan beras untuk memvangun iklim bisnis yang berkeadilan.

Mencari untung dalam bisnis memang tidak dilarang. Begitu pun dengan berbagi keuntungan secara adil, tidak diharamkan. Yang harus dihindari adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya hanya untuk memuaskan keinginan pribadi tanpa membaca kata hati para pelaku bisnis lainnya. Salah satu peran Bulog adalah membangun suasana bisnis yang berkeadilan dan berkeadaban.

Petani sangat berharap Bulog mampu menjadi pelindung sekaligus pembela petani dari perilaku oknum yang doyan menekan harga jual di petani. Inilah sebetulnya harapan petani setelah Presiden Prabowo berhasrat untuk melahirkan “Bulog Baru”, yang kini regulasi kelahirannya tengah digarap oleh Pemerintah.

Terbebaskannya Bulog dari status sebagai Badan Usaha Milik Negara, sebetulnya membuat Bulog lebih nyata dalam melakukan pembelaan terhadap petani sekiranya ada pihak lain yang ingin merugikan para petani. Selain itu, sebagai offtaker Pemerintah, Bulog memiliki hak penuh untuk menunjukan keberpihakannya kepada petani tanpa dihantui soal kerugian negara.

Dengan terjaminnya harga ditingkat petani, dapat dipastikan kesejahteraan petani akan semakin membaik. Kita berharap dengan semakin membaiknya kesejahteraan petani, animo kaum muda perdesaan untuk berprofesi sebagai petani akan membludak lagi. Sebab, mereka menyadari menjadi petani pun ternyata dapat hidup sejahtera dan bahagia.

Pertanyaan kritisnya adalah apakah Bulog siap untuk mewujudkan harapan seperti ini ? Ya, mestinya siap. Sebagai lembaga otonom Pemerintah langsung dibawah Presiden, Bulog dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, dapat berkiprah optimal dalam melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap petani. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

***

Judul: Petani Tanpa Bulog
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Penyunting: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *