3 Kompetensi Utama Untuk Hidup dalam Masyarakat Majemuk

Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) diajarkan tiga kompetensi utama untuk hidup dalam masyarakat majemuk.

Mantan Menteri Luar Negeri dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan OKI Alwi Shihab (kiri) bersama Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho (kanan) saat Temu Media: Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Bingkai Masyarakat Majemuk di Kawasan Menteng, Jakarta, Senin (10/6/2024). (Sumber: ANTARA/HO-Institut Lemena)

MajmusSunda News- Kota Bandung Jawa Barat, Minggu, (22/2/2025)-Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata mengatakan cara pandang terhadap guru, menjadi landasan berpikir dari lembaga nirlaba yang berfokus untuk membangun peradaban tersebut.

Daniel mengatakan dalam Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) diajarkan tiga kompetensi utama untuk hidup dalam masyarakat majemuk.

Pertama, kompetensi pribadi, yaitu bagaimana seseorang mengenal agamanya dalam memandang relasi dengan sesama manusia termasuk mereka yang berbeda agama.

Kedua, kompetensi komparatif, yaitu mengenal agama lain dari sudut pandang pemeluk agama itu sendiri.

Ketiga, kompetensi kolaboratif, yaitu mendorong kerja sama satu sama lain tanpa sekat agama atau saling curiga untuk menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang menjadi tantangan bersama.

Daniel menjelaskan workshop LKLB diikuti oleh guru-guru yang sudah lulus dari program pengenalan LKLB yang diadakan secara online selama satu minggu, di mana mereka diajarkan menginsersikan nilai-nilai LKLB ke dalam modul pembelajaran kemudian menerapkannya di ruang kelas.

“Program LKLB yang dimulai sejak 2021 sudah diikuti oleh 9.258 guru dari berbagai sekolah dan mata pelajaran dari 37 provinsi di Indonesia. Inisiatif program ini dimulai dari tokoh-tokoh agama terpandang seperti Buya Syafi’i Maarif, Prof. Amin Abdullah, dan mantan menteri luar negeri RI, Alwi Shihab,” kata Daniel.

Senada dengan itu, Penasihat Program Institut Leimena,  Budi Setiamarga, mengatakan LKLB mendorong seseorang untuk beragama lebih dewasa.

Pasalnya, toleransi sering kali hanya dimaknai secara pasif tanpa mengganggu keyakinan satu sama lain, sebaliknya dalam LKLB, setiap pemeluk agama didorong untuk terlibat satu sama lain, memiliki keterbukaan, dan mau bekerja sama untuk kebaikan.

“LKLB mendorong keimanan kita menjadi kokoh sekaligus mampu memahami orang lain sebagaimana mereka memahami dirinya. Dengan pemahaman itulah, kita mencari titik temu untuk berkolaborasi,” kata Budi.

Sementara pegiat dan pemerhati pendidikan di Perkumpulan Pengembang Pendidik Interreligius (PaPPIRus), Listia Suprobo, menambahkan insersi nilai-nilai LKLB akan menjadi modal sosial untuk bangsa Indonesia karena menghasilkan generasi penerus bangsa yang mengenal dirinya, mengenal orang berbeda, dan siap saling bekerja sama demi bangsa, umat, dan kemanusiaan.

 

Judul: 3 Kompetensi Utama Untuk Hidup dalam Masyarakat Majemuk
Jurnalis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *